JEJAK CENDEKIAWAN YANG MERANA



Tiada yang lebih pantas untuk menjabarkan manusia selain sejarahnya. Tanpa tergesa dan berhenti, jiwa manusia melangkah lebih maju untuk menggali dan menyerap tiap kapabilitas, serta segenap fikiran emosional yang menjadi fitrahnya dari setiap peristiwa. Namun fikiran selalu mendahului realitas; segenap realitas dalam sejarah telah lebih dulu ada dalam benak manusia sebagai kaidah-kaidah. Tiap kaidah pada giliranya akan di buat oleh suatu keadaan yang dominan dan batas alamiah hanya memberi daya pada satu kaidah tertentu saja suatu ketika. Setiap manusia hanyalah kumpulan ensiklopedia fakta-fakta penciptaan hutan belantara yang berawal dari sebutir biji. Massa dan zaman yang terus melangkah maju hanyalah penerapan roh manusia yang heterogenitas dalam dunia yang berlipat ganda.
Pikiran manusia melahirkan sejarah untuk di tulis, dan akan lebih sempurna ketika di jadikan suatu bacaan pula. Sphinix harus memecahkan misteri yang di ajukanya sendiri. Jika segenap sejarah berada pada diri satu manusia, sejarah itu harus di jabarkan dari pengetahuan dan pengalaman individual. Dalam ensiklopedis tiap manusia adalah sesosok titisan, seluruh pirantinya terdapat dalam dirinya seperti setiap fakta baru dalam pengalaman pribadinya, memberikan sinar cahaya baru pada apa yang telah di kerjakan oleh orang besar di masa lalu. Setiap revolusi berawal dari sebuah pendapat pribadi dan suatu ketika revolusi itu akan kembali menjelma menjadi opini pribadi, ia akan menyelesaikan persoalan zamanya. Kita harus menkaitkan kaidah-kaidah itu pada realitas tertentu dengan pengalaman rahasia kita masing-masing. Sebab jikalau tidak, kita takkan mampu mempelajari apapun secara komprehensif.
Hanya sedikit manusia yang tahu bagaimana cara berjalan-jalan di alam bebas. Andai ada orang berkata padaku bahwa dirinya sangat mencintai alam, jelas aku tahu bahwa dia sama sekali tak cinta. Pengamat yang bersifat bagai rimba dan satwa, memiliki akal sehat yang berjalin dengan kesabaran, dan bila ia tambahkan kata-kata, yang ia ucapkan hanya kata-kata yang lebih baik ketimbang kebisuan. Menurutku kehidupan itu berwajah visioner. Tindakan yang paling berat dan kasar pun visioner. Pilihan di tengah ambang jurang tak berdasar, ibarat memilih mimpi yang lembut atau penuh dengan gejolak. Inilah hiburan yang menemani aku untuk waktu lama, tahu sedikit saja serasa mengetahui seisi dunia. Selalu terngiang kaidah adrastia, “setiap jiwa yang telah mencapai kebenaran apapun, akan selamat dari bahaya sampai priode berikutnya”.
Musti kita yakini bahwa keingintahuan apapun yang lahir dari benak kita, tatanan dunia ini dapat memuaskanya. Karena hakikat manuisa itu sendiri ialah merupakan penyelesaian, dalam bentuk naskah sandi atas penyelidakan-penyelidikan yang dilakukan. Ia berperan di dalam hakikat itu sebagai suatu kehidupan, sebelum ia pahami sebagai suatu kebenaran. Berawal dari ketidaktahuan, namun pembentukan unit-unit massa ini adalah mahluk-mahluk netral, yang di antaranya mampu untuk terus tumbuh. Hukumnya adalah; kita di manfaatkan sebagai atom kasar jika kita belum berfikir, sesudah kita berfikir; kita memanfaatkan massa itu.
Cobalah bicara dengan orang-orang yang liar dalalam tindakanya dan berfikirlah bersama yang bijak. Lihat bagaimana Plato melakukanya, dengan imajinasi yang begitu menakjubkan, dengan citarasa kedewasaanya, hingga yang ilahi. Andai ia masih ada masa kini, pastilah bicara dengan gaya Plato, kedalam kecanggihan akademinya ia perkenalkan Sokrates yang lahir diantara kelas rendah dan secara mantap di pakainya kekasaran untuk membumbui santapan rohani yang bila tanpa itu, tidak akan terlalu lezat. Tapi sebagian orang tahu bagaimana manusia itu mendapat manfaat dari akademi, dan semua orang cerdas mengerti bagaimana cara mengimpor remeh-temeh dari jalan kedalam wacana pemikiran. Dan perlu di ingat kembali bahwa kekaguman kita terhadap masa silam bukanlah pemujaan atas apa yang tua, melainkan apa yang alamiah.
Aku yakin bahwa bila seorang manusia mampu menjadi cendekiawan sejati, ia akan memiliki kebebasan yang lebih bagi dirinya sendiri. Masyarakat menyebut kejijikan dan wajah yang nampak menyimpang akan di jumpai kembali dalam masyarakat. Aku mengatakan sedikitpun tak takut padanya, tiada cendikiawan yang perlu takut. Sebab, sekalipun ia hanya pelapor tanpa emosi, pengamat atau pembalap yang hanya melajukan kendaraanya pada arena, tiada kemuakan yang bisa melekat padanya karena tulangnya tidak bungkuk dalam artian tidak mudah tertundukkan. Sang cendikiawan lebih tahu dan yakin akan kebenaranya, ia dapat memperkirakan kapan gerombolan penggunjing,pencampak akan meneriakinya. Rumusnya begini; analisislah lawan dan lihat bahwa isinya hanya kegamangan, ketidakpastian serta tanpa pendapat, hingga tak usah di perdulikan.
Di sinilah kalian di turunkan ke dunia, para cendekiawan dan idealis. Butuh keberanian tinngkat tinggi sang cendikiawan untuk menangani pertanyaan-pertanyaan praktis kontomporer, bukan karena disitu sainganya adalah seluruh manusia, akan tetapi karena keterkaitan tanpa batas pada problem itu. Jelas butuh tenaga lebih banyak untuk merawat buah-buah yang masih mentah dari pohonya.
Tidak akan termaafkan orang terpelajar yang remuk redam hilang pijakan. Ia mewakili kekuatan intelektual dan rohani, kuharap ia hidup dengan kekuatanya dan bersandar pada lengan kerohanianya. Cendekiawan yang membela pemerintah otoriter, penindas, dan membela perbudakan ialah penghianat bagi dirinya sebagai sang cendekiawan, sehingga dengan begitu ia bukan lagi cendekiawan.
Aku percaya bahwa pengalaman telah mengajar kita bahwa rahasisa pendidikan terletak pada memanusiakan manusia seperti apa yang di katakan oleh paulo friere. Bukan engkau yang musti memilih apa yang engkau ketahui, tetapi apa yang ia musti kerjakan. Semua itu telah di pilihkan dan di takdirkan sebelumnya, dan ia hanya memegang anak kunci menuju rahasinya sendiri. Bila engkau terus-menurus campur tangan dan memaksakan serta terlalu mengatur, mungkin ia akan menyimpang dari tujuanya dan lari dari dirinya sendiri. Sang cendikiawan tak pernah dengan sengaja menjadi beban bagi orang lain, sebab mereka akan mengantarkan kita ke pengetahuan tentang sesuatu yang lebih mendalam dan mengakar ketimbang mereka atau kita sendiri. Dalam definisi kita , kita raih yang spiritual dengan menggambarkanya sebagai hal yang nampak. Padahal makna sebetulnya spiritual adalah nyata; kaidah yang menjalankan dirinya sendiri tanpa memerlukan sarana dan tak mampu di pahami sebagai sesuati yang tak eksis. Orang berbicara sekedar moralitas yang artinya sama dengan berkata, “Kasihan Tuhan yang malang, tak seorang pun membantuNya”.
percaya pada pemikiranmu sendiri, yakin bahwa apa yang benar bagimu di lubuk hati terdalam juga benar bagi seluruh manusia, itulah jenius. Jangan pedulikan olok-olok, jangan berhenti bila terpukul mudur, dan bangkitlah kembali. Dunia ini ada untuk mewujudkan romansa sejati, yakni mengubah akal menjadi kekuatan praktis. Sebab apa yang paling tersembunyi pada titimangsanya akan menjadi yang paling tampak, dan pikiran pertama kita akan di suarakan kembali pada kita oleh sangkakala hari pengadilan terakhir. Suara hati sangat di kenal oleh empunya, toh pencapaian tertinggi yang kita hormati dalam diri Soekarno, Tan Malaka, dan yang lainya adalah bahwa mereka semua menyisishkan buku-buku dan tradisi-tradisi. Hingga dapat bicara, bukan tentang orang tertentu, namun tantang apa yang mereka pikirkan sendiri. Perjalanan intelektual sang cendikiawan musti belajar untuk melacak dan mengamati kilatan cahaya yang melintasi dirinya, lebih dari ia mempelajari pemikiran-pemikiran cendikiawan terdahulu. Kita sering berusaha menemukan kebenaran, akan tetapi yang kita jumpai bukan kebenaran itu sendiri melainkan paham orang, karena masih begitu banyak keraguan dalam diri kita untuk melakukan perjalanan intelektual, terlepas sadar atau tidak. Sang cendikiawan tidak akan mengabaikan pemikiranya sendiri karena mereka adalah miliknya. Sebab bila tidak, esok mungkin datang seorang lain yang akan berucap, dengan akal sehat yang lihai, sesuatu yang persis kata hati kita sendiri, yang kita pikirkan dan kita rasakan sepanjang waktu, dan kita pun terpaksa memetik pendapat kita sendiri dari orang lain.

Di sebuah surau kecil di pertengahan pulau jawa demi mencoba menjawab kegelisahan-kegelisahan diri sendiri dengan melakukn perjalanan intelektualku sendiri.

 Semoga bermanfaat bagi pembaca, akhir kata,
Wallahul muwafieq ila aqwamit thoriq,
Salam pergerakan!!!

Oleh : Afrizal Galela
Editor : Muchlisin
poto : Dok. Pribadi

Comments