Mentadabburi Terbitnya Fajar
Oleh : Er~
Memaknai slogan dari Presiden Joko Widodo yang selalu menyerukan kata “Revolusi Karakter”, nampaknya Indonesia masih membutuhkan bibit-bibt penerus bangsa yang berkarakter. Semua itu dirasa terjawab dengan adanya sosok santri di Indonesia. Dalam pesantren, seorang santri dididik tak hanya bagaimana membaca tulisan-tulisan Arab dalam lembaran-lembaran berwarna kuning, namun juga dituntut untuk dapat mengamalkan isi dari kitab tersebut, bagaimana menjadi manusia yang penuh akan ikhtiyar, tawadduk dan lain sebagainya. Dengan begitu tak hanya otak saj yang terus diasah, melaikan pedidikan karakter (akhlaq) serta mentalites pun diterimanya.
Dikala mengelola sebuah negara dengan sistem tertutup dan penuh proteksi sudah tidak bisa dipertahankan lagi, maka perlulah mengandalkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan beberapa dampingan teknologi menjadi sebuah pilihan terbaik dalam meningkatkan daya saing dan kemampuan bangsa. SDM yang diharap adalah memiliki karakter, jiwa dan intelektualitas tinggi. Namun untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu adanya kerjasama antara pribadi dan instansi terkait. Disinilah santri dan pesantren menjawab semua permasalahan tersebut.
Nampaknya kita perlu sekali lagi mentadabburi. Nurkholis Madjid mendefinisikan bahwa kata santri berasal dari cantrik yang berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang versi lainnya menganggap kata santri merupakn penggabungan antara suku kata sant (manusia baik) dan tra (suka menolong). Secara umum, santri adalah sebutan bagi seorang yang mengampu pendidikan agama di pesantren. Dipandang sebagai bibit unggul bangsa yang belum sempat muncul ke permukaan.
Santri merupakan kumplan orang sarungan, berpeci dan hanya sanggup memeang Al-Qur’an ataupun kitab kuning saja, nampaknya kita harus membuang jauh-jauh klaim tersebut. Pasalnya, dilapangan dapat kita jumpai jebolan pesantren yang membidangi dalam segala aspek. Ikut andil dalam keperintahan RI. Seperti K.H. Wahid Hasyim (anggota PKI), Syarifuddin Zuhri (Menteri Agama), Idham Cholid (Ketua MPR), bahkan K.H. Abdurrahman Wahid yang pernah menduduki kursi kepemimpina nomor satu di Indonesia, yakni sebagai presiden Republik Indonesia.
Maka benar apa yang diutarakan Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan “cara berfikir yang mengatakan kekayaan kekayaan bangsa adalah minyak, gas, hasil tambang adalah cara berpikir kolonial. Kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah manusianya”. Ibarat terbitnya sebuah fajar, santri diharap mampu menampakkan diri, duduk dalam kursi pemerintahan Republik Indonesia, memberi penerangan dalam permasalahan-permasalahan yang ada saat ini serta dapat terus menampakkan manfaat sinarnya guna menjadikan Indonesia baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negara yang aman, sejahtera dan mendapat perlindungan dari Allah SWT. Aamiin...(*)
Comments