Aku Bukan Seorang Mahasiswa

Sahabat Afif Ramadlan

(Kader PMII Rayon Sunan Bonang)

Pendekarpena.ac.id-Udara begitu dingin, apalagi cuma selimut tebal, pelukan doi sekalipun sepertinya tak mampu memberikan kehangatan, kecuali semangat perjuangan. Jangan heran karena saat ini aku memang berada di kota Malang, kota pendidikan, kota pergerakan, kota dimana seorang aktivis abadi yang tak pernah mati dilahirkan, kota tempat aku akan belajar, menghabiskan masa muda dan membuat banyak cerita.

Namaku Putri Ayunda, biasa dipanggil putri oleh sahabat-sahabtiku. Belajar disuatu instansi perguruan tinggi bernama UNISMA, kampus hijau berperadaban. Masyarakat lumrahnya menyebuktu seorang MAHASISWA, tapi, ah... rasanya aku belum pantas sama sekali menerima sebutan seperti itu. Karena memang tidak banyak kata yang disandingkan dengan kata “Maha” selain sifat Tuhan. Jadi, kata “Mahasiswa” bukanlah sebuah nama sembarangan. sungguh itu terlalu agung buatku. pasalnya, bila dilihat dari kegiatan dan peranku sehari-hari yang sama sekali tidak mencerminkan bagaimana menjadi mahasiswa itu sendiri.

Setahun yang lalu, aku masih ingat betul bagaimana aku disambut oleh rektor kampusku, walapun secara virtual penyambutan itu terasa begitu meriahnya, layaknya kedatangan tokoh penting negara, aku disambut bak orang elit yang punya peran penting bagi bangsa. Sejenak aku merasa sangat senang dan bangga, namun pada akhirnya aku tersadar yang disambut begitu meriahnya bukanlah aku, namun nama mahasiswa yang disematkan padaku. Nama yang dipercaya punya wawasan luas yang nantinya akan siap mengabdi untuk negara. Nama yang diyakini mampu membawa perubahan yang diharap-harapkan segenap anak bangsa.

Menjadi mahasiswa memang suatu anugrah dan rahmat Tuhan yang paling spesial, keberuntungan dari setiap keberuntungan, yang tak semua orang bisa merasakan. Bahkan, yang kudengar dari mbak Nana, anak muda seusiaku hanya 35% yang bisa merasakan menjadi mahasiswa. This is privilege  yang sangat berharga buatku, juga peluang dan kesempatan yang membuatku menjadi lebih dekat dengan cita-citaku. Namum dilain sisi, menjadi seorang mahasiswa rasanya berat sekali bagiku. Banyak hal dan tanggungjawab besar berada dipundakku, karena memang menjadi mahasiswa tidak hanya sebatas belajar lalu pulang, tapi ada nilai-nilai juga peran penting yang harus diterapkan dan dilaksanakan. kekuatan penjaga moral, penjaga nilai, agen perubahan, pengontrol sosial, dan penerus bangsa adalah tanggungjawab yang diamanahkan kepadaku.

Namun, tak satupun dari peran-peran penting tadi dapat ditemukan pada diriku. Daripada itu aku malah menjadi pribadi yang jauh dari harapan masyarakat kepadaku, sederhana saja, ketika kembali ke kampung halamanku, aku malah menjadi pribadi yang sok elit kebanyakan ilmu, ambil mata kuliah sampai 24 sks, namun permasalahan didepan mata seolah angin lalu saja bagiku. Tak ada perubahan, tak ada pengabdian. Tridarma perguruan tinggi yang hampir setiap hari aku dengar tak mampu aku implementasikan dimasyarakat sosial.

Adalah suatu beban moral yang amat besar bagiku, ketika masyarakat menyebutku mahasiswa, aku mendzolimi nama yang mereka percayakan kepadaku. Apalah arti ngopa-ngopi sana-sini, yang bahkan sehari bisa pindah sampai tigakali, diskusi sampai pagi, namun tiada aksi dan tidak peduli suara rakyat yang seharusnya disampaikan melalui kami. Maka sering aku tegaskan pada pada diriku sendiri “Aku bukan seorang mahasiswa” ketika aku belum mampu menerapkan nilai-nilai serta tanggunggugjawab dan moral yang diamanahkan masyarakat kepadaku. Sekali lagi “aku bukan seorang mahasiswa” sampai aku mampu manerapkan semua itu.

Penulis: Afif Ramdlani

(Kader PMII Rayon Sunan Bonang)

 

Comments