CATATAN ANAK BANGSA

Oleh: Ainoel-yaqien
Sadar atau tidak sahabat?,  pendidikan tak ubahnya instrumen ampuh penguasa dalam bermain bola,  mau dibawa ke mana bola tergantung pada strateginya, konkritnya bisa kita tengok bersama kondisi pendidikan yang digagas pemerintah.
Di Tanah Air kian kentara arah roh pendidikan mulai menubruk sisi humanis, persatuan, dan keadilan. Betapa tidak, atas nama kompetensi disesuaikan dengan permintaan pasar kerja anak bangsa kian di didik menjadi gandrung berkompetisi dan mengalienasi saudara sebangsanya. Belakangan ini sering ditemui saling serang bahkan saling bunuh antar pelajar. Kasus narkoba dan pornografi di dunia pendidikan juga ikut merebak. Di lain pihak, beberapa pelajar kian terperosok dalam konsumerisme akut. Tak jarang mereka kehilangan akal sehat mengancam bunuh diri saat keinginannya tidak dipenuhi, individualisme dan egoisme pun perlahan-lahan menguasai benak pelajar. Mereka mulai melupakan esensi kegotongroyongan sikut-sikutan dalam merengkuh cita-cita menjadi jamak mewarnai relasi sosial,  problematika diatas sudah jelas jauh dari apa yang sudah di harapakan dan di tetapkan Menurut UU NO.20 TAHUN 2003 tentang pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar  dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (tim pena, 204/nur zazin : 42)
Menciptakan pendidikan yang bernuansa budaya nampaknya sudah saatnya dijadikan solusi akan derogasi moral para pelajar, karna tidak bisa di pungkiri bangsa ini terdiri dari aneka ragam budaya dan bahasa yang harus di jaga dan di pertahankan sebagai identitas dari pada negara indonesia bukan kebetulan salah satu pemimpin besar negeri ini Ir. Soekarno menggadang-gadang kepribadian dalam bidang budaya menjadi salah satu elemen dari trisakti pancasila, Budaya ditempatkan pada posisi yang sangat vital dalam melanjutkan revolusi negeri ini, dalam kata lain bila kita melihat produk pendidikan kita belakangan tidak mencerminkan kualitas hidup dan menjaga budaya sebagai identitas negeri ini sudah tentu kita patut mempertanyakannya bila ditelisik kembali kurikulum pendidikan Tanah Air yang berbasis kompetensi masih belum mampu membendung  hal-hal yang dapat mengalienasi kebudayaan itu sendiri dari dunia pendidikan. Bila tadi kita sepakat pendidikan sebagai rekayasa penguasa, saat ini pendidikan kita sedang merekayasa generasi mudanya mengikuti kebutuhan sistem kapitalisme yang sedang membelenggu negeri ini Para generasi muda disiapkan menjadi kuli para investor. belum lagi di dalam pendidikan terjadi diskriminasim dikalangan pelajar Mereka yang dianggap bodoh kerap kali mendapat cacian, tidak saja dari temannya melainkan juga dari para guru. Para guru justru mengajarkan pengasingan akan yang kurang pintar dibandingkan mengajarkan kebersamaan dan saling menolong perihal saling mencerdaskan sesama anak bangsa. Nampaknya para guru lupa bahwa latar belakang para pelajar yang beragam juga kerap mempengaruhi daya tangkap mereka. Sungguh bengisnya pendidikan negeri ini bilamana mereka yang tidak beruntung dalam rumahnya masih mendapat caci maki dari sekolah dan perguruan tinggi, Ki hajar dewantara mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek  intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya (Ahmad subekti: 90) dewasa ini  para pelajarnya kian dikondisikan menjadi manusia asosial dan egois. Para pelajar disibukkan dalam aktivitas belajar yang mendewakan eksitensi dan mengabaikan kepekaan, kritis dan kecerdasan emosional tidak pernah melihat problematika yang merebak di lingkungan sekitarnya apa lagi di negaranya, Fokus pada diri sendiri sebagai manifestasi individualisme mengakar dalam batin dan benak para pelajar.
 “akhir dari tujuan pendidikan yakni melakukan proses “humanisasi”(memanusiakan manusia).  (Zamroni : 2011/ 8) sehingga kita tidak hanya membicarakan sekolah dan perguruan tinggi melainkan juga elemen-elemen lain di lingkungan pelajar termasuk media, Lantas? bila masih serius pada cita-cita pencerdasan kita harus mempertanyakan bagaimana negeri ini menempatkan media yang dewasa ini nyata-nyata berperan sebagai alat belajar yang paling menarik bagi kalangan pelajar, Barangkali sudah waktunya kita menggugat media media yang belakangan tidak mencerminkan cita-cita negara mencerdaskan kehidupan bangsa, Media telah sukses mengajarkan halusinasi dan dunia yang asing dari realita di lapangan dan menjadi agen kapitalisme yang menyebarkan paham konsumerisme dan minim inovasi Sontak media sukses menciptakan kelas sosial dengan jurang menganga di dalamnya.
Media yang kerap menjadikan caci maki sebagai hiburan sensasional tak pelak terpatri dalam benak para pelajar, Emosi dieksploitasi dan dikemas menjadi konsumsi massal Kekerasan dan sensualitas diumbar tanpa memperhatikan para pelajar sebagai konsumen media Sudah barang tentu bukan hal aneh bila para pelajar dipicu untuk gandrung pada kriminalitas, egoisme, konsumerisme dan individualitas mungkin sudah saatnya kita meninjau arah pendidikan Indonesia, sudahkah mencerdaskan seluruh bangsa dan menciptakan manusia manusia intelektual yang berkepribadian dalam budaya dan pancasila.

Comments