Menggendong Masa Lalu, Meminang Masa Depan Pergerakan


Oleh: Didit Prasetyo

A.  Asal Mula Pergerakan Mahasiswa di Indonesia
            Kata “Pergerakan Mahasiswa” meliputi semua macam aksi yang dilakukan dengan organisasi secara moderen kearah perbaikan hidup untuk bangsa Indonesia. Jika pergerakan mahasiswa merupakan organisasi, dihitung mulai dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan organisasi pertama di Indonesia, menurut Pringgodigdo (1980: 1) mengatakan bahwa, “Organisasi pertama diantara bangsa Indonesia yang disusun secara moderen dan yang besar artinya, ialah Budi Utomo. Badan ini didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908.” Tiap-tiap aksi tersusun moderen memerlukan kesanggupan dan kecakapan mengerjakannya dan hanya bisa dengan kemajuan buah pengajarannya. Istilah “Pergerakan” jadinya sangat luas artinya dan besarpun aspek yang meliputinya, tidak saja mengenal gerakan yang menuju keperbaikan derajat hidup keseluruhan (aksi politik), akan tetapi juga mengenai hal-hal yang hanya merupakan sebagian saja, seperti perekonomian, pemberdayaan, keagamaan, pendidikan dan sebagainya. Mahasiswa merupakan salah satu elemen penting dalam setiap periode panjang perjalanan bangsa ini. Tentu saja sangat pentingnya peranan mahasiswa yang menjadi aktor perubahan dalam berbagai momen-momen bersejarah di Indonesia. Mahasiswa selalu menjadi garda terdepan beberapa tahun belakangan ini, dengan menancapkan taji intelektualitas secara aplikatif dalam memajukan peradapan bangsa dari masa ke masa. Dengan pergerakan mahasiswa yang mewarnai dan membentuk tatanan perubahan zaman, dalam setiap perubahannya, pergerakan mahasiswa menjadi medan magnet perjuangan yang terus menyala tanpa berhenti. Semangat pergerakan mahasiswa mahasiswa tersebut bahkan menjadi motor penggerak untuk terus berjuang ditengah tuntutan dan tekanan perubahan yang semakin deras dan menguat.
            Berawal dari semangat kolektifitas mahasiswa secara nasional inilah perjuangan mahasiswa dimulai, dengan berbagai organisasi mahasiswa yang bersatu melakukan penentangan terhadap PKI dan ideologi komunisnya yang mereka anggap sebagai bahaya laten negara dan haruslah dibasmi dari nusantara yang dikenal gerakan mahasiswa ini dengan angkatan ’66. Namun sangat disayangkan pada saat ditengah perjuangan pergerakan mahasiswa, semangat idealisme mahasiswa mahasiswa tergoyahkan dengan datangnya godaan yang pada akhirnya melunturkan idealisme perjuangan mahasiswa. dimana setelah masa Orde Lama berakhir, mahasiswa yang dulunya berjuang untuk meruntuhkan PKI mendapatkan hadiah oleh pemerintah yang sedang berkuasa dengan disediakan kursi MPR dan DPR serta diangkat menjadi pejabat pemerintahan oleh penguasa Orde Baru. Namun, ditengah gelombang peruntuhan idealisme mahasiswa tersebut, ternyata ada sesosok mahasiswa yang sangat dikenal idealismenya hingga saat ini dan sampai sekarang tetap menjadi panutan para aktivis-aktivis mahasiswa di Indonesia, yaitu Soe Hok Gie. Ada seuntai kalimat inspiratif yang dituturkan oleh Soe Hok Gie yang sampai sekarang menjadi inspirasi perjuangan mahasiswa di Indonesia, secara lantang Soe Hok Gie mengatakan kepada para mahasiswa seperjuangannya yang telah berbelok idealismenya dengan kalimat, “lebih baik terasingkan daripada hidup dalam kemunafikan.” Dengan pertuturan tersebut dapat dilihat substansinya jika pergerakan mahasiswa selalu menginginkan kejujuran, keterbukaan dan penjagaan sebuah amanah yang telah diberikan, supaya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama. Dengan pergerakan mahasiswa dari latar belakang sosiokulturalmya, tidaklah mengherankan bila prinsip dari gerakan adalah adanya solidaritas atau kebersamaan atas situasi sosial yang dihadapi oleh bangsa. Proses pergerakan mahasiswa tidak bisa dipungkiri lagi, merupakan sebagai sebuah proses sejarah yang mempunyai dampak signifikan terhadap perubahan pada masyarakat sosial Indonesia.

B.  Perkembangan Pergerakan Mahasiswa di Indonesia
            Perkembangan pergerakan mahasiswa di Indonesia dimulai dari era Budi Utomo (1908), era Soetomo (1926) dan era-era seterusnya, yang merupakan perkembangan mahasiswa dalam memenuhi tuntutan perubahan untuk rekayasa yang menjadikan lebih baik untuk memperjuangkan hingga mencapai sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan oleh Presiden pertama Ir. Soekarno , tercatat dalam sejarah perkembangan pergerakan mahasiswa pada masa Angkatan ’66 (1966) mulai bermunculannya secara bersamaan organisasi-organisasi diberbagai kampus yang tadi telah disinggung beberapa di asal mula pergerakan mahasiswa di Indonesia. Lalu selanjutnya ada masa setelah itu yang berbanding terbalik dengan Angkatan ’66 (1966) yang disebut dengan Periode 74 (1974), dimana pada masa perkembangan pergerakan mahasiswa pada tahun 1966 mahasiswa melakukan afiliasi dengan pihak militer dalam menumpas PKI, tetapi pada Periode 74 ini mahasiswa justru berkonfrontasi dengan pihak militer yang mahasiswa anggap telah menjadi alat penindas bagi rakyat. Munculah dari Periode 74 ini gelombang protes yang memunculkan suatu gerakan yang dikenal dengan nama peristiwa Malari pada tahun 1974 yang dimotori oleh Hariman Siregar. Melalui gerakan tersebut lahirlah Tritura Baru sebagai tuntutan untuk dibubarkannya Asisten Pribadi dan penurunan harga yang melambung juga budaya korupsi dikalangan pejabat pemerintahan yang semakin menular dan menjadi-jadi. Menurut Sahabat Zainuddin (2015: 2) mengatakan bahwa, “ada tiga problem besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, yakni: korupsi, narkoba dan terorisme.” Jika bangsa ini bisa terbebas dari tiga problem besar tersebut, maka cita-cita bangsa Indonesia yang tertulis pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada Alenia keempat bisa tercapai. Berlanjut perkembangan pergerakan mahasiswa yang mulai dimatikan peran dan fungsinya oleh pemerintah,  masa ini merupakan Periode NKK/BKK. Keputusan pemerintah untuk mematikan peran dan fungsi pergerakan mahasiswa guna untuk meredam kekritisan mahasiswa terhadap pemerintah yang secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Secara tidak langsung pemerintah menginginkan pada periode ini mahasiswa supaya mengarah menuju pada jalur kegiatan akademik saja.
            Namun pengekangan terhadap mahasiswa melalui NKK/BKK tidak bertahan lama. Gejolak krisis moneter mengguncang perekonomian di Indonesia, sehingga animo mahasiswa melalui pergerakannya mulai bangkit yang sebelumnya mengalami mati suri. Pergerakan mahasiswa untuk menstabilkan kembali perekonomian dari rezim dan pemerintahan dengan budaya korupsinya tercuak dengan beberapa kerusuhan yang setidaknya telah memakan enam korban jiwa. Kegaduhan kerusuhan yang berlanjut pada 7 Mei 1998 dengan peristiwa cimanggis, dimana terjadinya bentrokan antara mahasiswa dan aparat negara yang mengakibatkan setidaknya lima puluh dua korban luka-luka dan satu korban jiwa. Aksi perlawan terus berkejolak meski setelah Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dan menyerahkan jabatanya kepada wakil presidennya yaitu Habibie, aksi pergerakan mahasiswa lanjut dikarenakan mahasiswa masih beranggapan bahwa Habibie merupakan antek dari Orde Baru. Peristiwa kerusuhan berlanjut hingga akhir tahun, tindakan memporak porandakan yang dilakukan pihak militer guna membubarkan masa menyebabkan tujuh belas orang meninggal dunia. Peristiwa reformasi inilah yang menjadi catatan kelam sejarah negeri ini, dengan menumpahkan darah diri sendiri berjuang untuk negeri yang menjadi tolak ukur titik pencerahan baru bagi perubahan Indonesia di masa yang akan datang. Dimana kebebasan berpendapat dan penyaluran aspirasi yang di ditemui pada masa Orde Baru diperoleh kembali, namun yang menjadi PR besar yang belum tercapai yaitu terberantasnya korupsi dengan pemerintahan yang sangatlah bersih yang hingga kini belum bisa terberantaskannya korupsi yang sudah menjadi budaya buruk yang sangat berbahaya bagi stabilitas negara Indonesia pada saat ini dan mungkin hingga masa yang akan datang.

C.  Sejarah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
            Sepanjang sejarah, gerakan mahasiswa selalu dipertentangkan sebagai gerakan sosial atau sebagai gerakan politik, hal ini hanya menjadi formalitas simbolik karena gerakan mahasiswa sifatnya tidaklah secara langsung. Ketidak langsungan gerakan mahasiswa inilah yang membuat adanya perubahan yang tidak dapat dipungkiri sebagai upaya perubahan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa, ini menciptakan sebuah rekayasa untuk sebuah penyelesaian problematika yang terjadi. Seperti hal nya lahirnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang merupakan sebuah rekayasa untuk suatu perubahan yang menjadi kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologikan Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut Sahabat Rusman (2017: 46) menyatakan bahwa, “Ahlussunnah wal Jama’ah atau yang sering disingkat ASWAJA secara sederhana dapat diartikan sebagai kelompok yang mengikuti sunnah Nabi dan ajaran para sahabat Nabi yang merupakan santri Nabi itu sendiri.” Terancamnya ideologi saat itu juga carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dengan tidak menentunya sistem pemerintahan pada saat itu, menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda Nahdlatul Ulama untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana dan wadah penyaluran aspirasi pengembangan potensi mahasiswa yang berkultur ideologi Ahlussunnah wal Jama’ah untuk mengawal keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI. Pada tanggal 14 sampai 16 April 1960 diadakannya deklarasi konferensi musyawarah mahasiswa Nahdlatul Ulama yang berkumpul untuk berdiskusi tiga hari tiga malam untuk berbicara menyatukan konsepsi pemikiran revolusioner. Dengan semangat membara deklarasi konferensi yang bertempat di Taman Pendidikan Putri Khadijah Wonokromo Kota Surabaya Jawa Timur, untuk membahas nama dan bentuk organisasi yang telah lama diinginkan. Dan pada tanggal 17 April 1960 setelah tiga hari deklarasi yang telah dimusyawarahkan, lahirlah organisasi yang telah disahkan oleh Nahdlatul Ulama sebagai naungannya, dengan nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
            Waktu demi waktu terus berjalan dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia semenjak berdiri memang selalu memberikan dampak yang sangat signifikan bagi perubahan keranah yang lebih baik. Pada era dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengerdilkan fungsi partai politik secara kuantitas. Issue back to campus serta organisasi-organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menuntut adanya pemikiran realistis. Pada tanggal 14 Juli 1971 melalui mubes di Murnajati, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merencakan untuk indepensi, terlepas dari organisasi manapun termasuk yang selama ini menaungi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama. Kemudian pada tahun 1973 dengan adanya kongres di Ciloto Jawa Barat, maka diwujudkanlah manifest independensi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Meskipun independensi, ideologi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tidak lepas dari dari paham Ahlussunnah wal Jama’ah  yang menjadi ciri khas Nahdlatul Ulama. Dengan ini berarti secara kultural ideologis, antara Nahdlatul Ulama dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tidak bisa dipisahkan yang menjadikan benang merah antara keduanya. Keterpisahannya Nahdlatul Ulama dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia pada perkembangannya hanya secara organisatoris formal saja. Sebab dalam kenyataannya kesamaan background dan keterpautan moral anatara keduanya tidak bisa dipisahkan. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dalam perkembangan pergerakan mahasiswa yang terjadi di Indonesia sangat turut andil dengan sangat luar biasa, ikut andilnya dengan paradigma dan ideologi yang diamalkan menjadikan sebagai pelopor kebangkitan pergerakan mahasiswa di Indonesia dengan berbagai sejarah sejak kejadian Angkatan ’66 hingga masa sekarang.
             
D.  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Untuk Sebuah Harapan
            Saat ini, 57 tahun sudah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berdiri di Nusantara dengan segala peran dan fungsinya. Dalam perjalanan sejarahnya pada waktu itu mampu berdiri dengan tegak dalam mengawal segala bentuk kebijakan pemerintah demi upaya menjaga kesatuan dan kesatuan NKRI dalam haluan Ahlussunnah wal Jama’ah dengan dihadapkan oleh keanekaragaman yang ada di Indonesia. Beberapa tantangan dari dalam dan dari luarpun harus dihadapi, misalnya tantangan dari dalam seperti kebudayaan yang beragam dan berbeda dari tiap daerah, etnis maupun agama yang ada di Indonesia yang akan bisa menimbulkan disintegrasi antara satu sama lain, jika tidak adanya rasa pluralisme dan saling menghormati satu sama lain. Contoh tantangan dari luar misalnya seperti globalisasi membuat banyak penetrasi yang dapat membawa pengaruh buruk. Melihat keadaan seperti itu, pergerakan mahasiswa mempunyai peran penting sebagai bagian dari sekelumit mahasiswa yang peduli pada masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat dan bangsa ini. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sangat berperan menjadi motor untuk menjawab tantangan-tantangan yang harus dihadapi di Indonesia. Secara tujuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang tercantum pada Pasal 4 BAB IV yang berbunyi, “Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen  memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.” Jadi dapat disimpulkan dari tujuan bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia, mendasarkan pada agama Islam dan sejarah juga kebudayaan, cita-cita kemerdekaan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan. Islam Indonesia (dua kata digabung) juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi keranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal “bukan Islam Arab secara persis”, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai islam yang “bersinkretisme” dengan budaya Nusantara menjadi Islam Indonesia dengan karakter Islam yang berlandasan sejalan dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Harapan yang ditargetkan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang berbentuk visi dan misi yang harus diamalkan sehingga dapat tercapainya tujuan yang sudah dicetuskan.
            Dikembangkan dari dua landasan utama, visi dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonseia yakni visi keIslaman dan visi kebangsaan. Visi keIslaman yang dibangun Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah visi keIslaman yang inklusif, toleran dan moderat. Sedangkan visi kebangsaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran dan dibangun atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali. Selanjutnya misi dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan manifestasi dari komitmen keIslaman dan keIndonesian, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan beragama. Dengan kesadaran ini, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengembanan misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen keIslaman dan keIndonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk. Untuk mencapai tujuan dengan visi misi yang diamalkan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus dengan adanya suatu paradigma. Menurut Sahabat Rusman (2017: 40) mengatakan bahwa, “paradigma adalah model atau sebuah pegangan untuk memandu mencapai tujuan.” Paradigma juga disebut sebagai prinsip dasar yang akan dijadikan acuan dalam segenap pluralitas strategi sesuai lokalitas masalah dan medan juang. Upaya untuk mencari prinsip dasar yang menjadi acuan segenap model gerakan menjadi sangat penting untuk dirumuskan. Sehingga pluralitas setinggi apapun dalam model dan strategi gerakan tidak menjadi masalah dan bahkan secara sinergis bisa saling menguatkan dan mendukung. Letak paradigma adalah dalam menjaga pertanggung jawaban setiap pendekatan yang dilakukan sesuai dengan lokalitas dan kecenderungan masing-masing. Secara manhaj yang dianut Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai metode pergerakan dalam bersikap dengan empat nilainya ada tassawuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan ta’adul (adil) yang harus diterapkan dalam menjawab tantangan yang harus dihadapi. Sehingga perlu ada langkah nyata untuk menerapkan semua gagasan yang didasarkan atas karakteristik yang dimiliki Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia untuk direalisasikan melalui peranannya dalam menjawab tantangan sebagai harapan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Masuk kedalam pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang sebenarnya, yang telah dicita-citakan selama ini oleh bangsa Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN
Dhakiri, Hanif. 2010. 41 Warisan Kebesaran Gus Dur. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.
Malaka, Tan. 2013. GERPOLEK, GERILYA-POLITIK-EKONOMI. Yogyakarta: Narasi.
PB PMII. 2017. KONSTITUSI & KOMPILASI PRODUK HUKUM PMII. Jakarta: Katalog Dalam Terbitan.
Pringgodigdo. 1980. SEJARAH PERGERAKAN RAKYAT INDONESIA. Jakarta: Dian Rakyat.
Rusman dan Sahabat-sahabat. 2017. KOMPLIKASI PEMIKIRAN Kader-kader Rayon PMII Sunan Bonang Untuk BANGSA & AGAMA. Malang: Pendekar Pena.
Zainuddin dan Sahabat-sahabat. 2015. NALAR PERGERAKAN Antologi Pemikiran PMII. Yogyakarta: Naila Pustaka.

Comments