MENGUBAH PARADIGMA ISLAM RADIKAL : KAMI BUKAN INTOLERAN !
Oleh:
Er
Akhir-akhir ini Indonesia digemparkan oleh sebuah permasalahan yang
dirasa berakar dari satu kelompok saja namun dampaknya mencakup seluruh sudut
di berbagai wilayah Indonesia yang dibilang sebagai negara kesatuan ini.
Singkat cerita bermula dari oknum suatu organisasi yang mengatasnamakan dirinya
adalah organisasi islam. Dirasa nilai-nilai ajarannya menyinggung persatuan
yang selama ini dijalin oleh antar ummat beragama di Indonesia. Amat sangat
mengandung unsur radikalisme. Dengan dalih ingin menegakkan ajaran islam secara
kaffah.
Seorang pemuda terutama mahasiswa
dikenal kritis dalam pola pikirnya. Bertulang baja dalam memperebutkan apa yang
dia inginkan. Merupakan sasaran matang untuk para kaki tangan
organisasi-organisasi kemasyarakatan terutama yang berkonteks keagamaan. Karena
difikir pemudalah penopang kokoh, penyanggah handal guna menghidupkan terutama
mensyi’arkan ajaran-ajaran ormas tersebut. Kegigihan mahasiswa dalam mempertahankan
apa yang dianutnya tak ayal menjadikan mahasiswa menjadi sasaran empuk dalam
peyebaran paham radikalisme. Hanya disentil oleh siraman rohani, seorang pemuda
dapat dengan mudah meluapkan permasalahan bahkan private problem yang
mereka punya. Dengan cara pendekatan seperti inilah organisasi radikal tersebut
mengambil hati para pemuda. Secara perlahan menjadikan pemuda percaya bahwa
organisasi tersebut adalah the real Sabilillah organization. Kemudian
pemikiran tersebut menggiring mereka untuk meneruskan ajaran-ajarannya.
Radikal sendiri memiliki pengertian
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Radikal adalah afeksi atau
perasaan yang positif terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrim sampai ke
akar-akarnya, sikap yang radikal akan mendorong perilaku individu untuk membela
secara mati-matian mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama atau ideologi
yang dianutnya. (Sarlito Wirawan: 2012).
Secara perlahan pemuda menerima asupan ajaran berbasis radikalisme
yang dikemas apik dengan sampul keagamaan. Salah satu contoh ajaran paham
radikal yakni berkaitan dengan ajaran anti nasionalisme. Jika kita bermain
logika, para pendiri, para pejuang kemerdekaan NKRI tak lain adalah mereka
tokoh-tokoh besar dalam berbagai macam agama. Islam salah satunya. Mereka si
paham radikalisme yang mengaku-ngaku sebagai islam, selalu menyuarakan bahwa
dalam ajaran mereka tak mengenal istilah nasionalisme atau bahkan hubbul
wathan. Jika benar dalam Islam tak mengenal istilah hubbul wathan,
jika benar dalam Islam bab hubbul wathan adalah angan belaka, lalu mengapa
para tokoh agama bahkan kyai-kyai besar sekalipun sudi bertaruh nyawa demi
kemerdekaan NKRI ? Atau bahkan K.H. Wahab Chasbullah yang tak perlu diragukan
lagi keimanannya menciptakan lagu yang berjudul syubbanul wathan. Lagu
tersebut malah mendeskripsikan bahwa hubbul wathan minal iman (cinta
tanah air sebagian dari iman).
Mengubah
Paradigma Islam Radikal
Konteks permasalah inti saat ini
adalah berubahnya sudut pandang sorot mata terhadap Islam. Islam saat ini
seakan menampakkan diri sebagai agama yang identik dengan pedang dan perang.
Sejatinya Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Hanya karena ulah
oknum tertentu yang mengatasnamakan dirinya islam namun menerapkan hal-hal yang
sejatinya bertentangan dengan ajaran islam. Jelas sudah islam bersuara bahwa
toleransi harus dijunjung. “Dan diantara mereka ada orang-orang yang beriman
kepada Al-Qur’an, dan diantaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadaNya. Tuhanmu lebih mengetahui
tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, maka
katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri
terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Yunus: 40-41).
Untuk mengatasi permasalahan ini,
perlu strategi kebudayaan yang menyeluruh dan berkesinambungan. Pasalnya,
gerakan ideology dengan mempolitisasi agama yang menggunakan istilah dan berputar
pada kekuasaan Tuhan akan mudah membuat orang memiliki semangat yang kuat untuk
mengutamakan simbol-simbol agama sebagai daya tarik. Untuk itu perlu
deradikalisasi secara halus, lewat bahasa-bahasa agama yang relevan dan
sosialisasi pandangan tentang adanya nilai-nilai afinitas antara Islam dan
Pancasila. Ini untuk mengembalikan corak keagamaan yang jadi cirri khas Islam
di Indonesia yaitu moderat, inklusif dan toleran.
Peran
Mahasiswa Dalam Menjaga Kesatuan NKRI
Saya pribadi yang menyandang status
sebagai mahasiswa amat sangat prihatin melihat Indonesia yang sedang bergejolak
saat ini. Melihat nama Islam yang mulai tercoreng. Tak hanya di Indonesia
sendiri, bahkan di seluruh sudut dunia. Mendengar Islam yang seolah berubah
otomatis menjadi intoleran. Melihat teman-teman seperjuangan yang salah
mengambil haluan. Mengikuti paham intoleran dan perlahan menampakkan sikap
radikalisasinya. Indonesia yang mulai berada pada zona darurat.
Setidaknya untuk mengatasi permasalahan
radikalisme yang saat ini mulai memuncak diperlukan tiga basis, yakni
pergerakan, pendidikan, dan pergaulan. Pergerakan dimaksud mahasiswa tak hanya
selalu menelan apapun yang ia terima, namun disikapi pula dengan
tindakan-tindakan pendukung. Melakukan pergerakan guna mendapatkan informasi
yang lebih detail. Kedua, pendidikan. Sejatinya dalam belajar ilmu agama
diwajibkan kita memiliki seorang guru. Karena ilmu harus memiliki sanad yang
jelas. Apabila kita mencari tahu tentang ilmu agama tanpa bimbingan seorang
guru, dikhawatirkan ilmu yang kita dapat tak ayal adalah pemikiran liar yang
tanpa kita ketahui kita terapkan begitu saja. Ketiga, pergaulan. Pergaulan amat
sangat mempengaruhi kepribadian manusia. Disinilah peran mahasiswa akan tampak.
Jika mahasiswa tersebut berbaur atau bahkan menerima sampai mengamalkan
ajaran-ajaran radikalisme, maka otomatis radikalisme akan terus mengalir di
bumi pertiwi ini.
Maka sejatinya tak hanya pendidikan
kelas yang formalitas, pendidikan agama perlu diprioritaskan pula. Selain peran
otot oleh mahasiswa, namun diperlukan juga peran otak dan aqidah dalam
menghadapi dunia yang seolah memberikan kekuasaannya terhadap kita. Mahasiswa
diharap dapat menjadi teladan. Menuntun kepada islam yang kaffah. Karena
sejatinya memang benar manusia diutus untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini.
Namun bukan berarti kita dapat berkuasa secara serta merta. Namun tetap dalam
koridor keberkahanNya. Tetap mengacu pada rambu-rambu (Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas)
agar senantiasa segala kiprahnya memiliki nilai ibadah di mata Allah SWT dan
bermanfaat bagi ummat manusia. Baik saudara Islam sendiri maupun saudara non
Islam lainnya. Karena kami diciptakan bukanlah untuk menjadi sang intoleran…
(*)
Comments